Text
PEMANFAATAN OBJEK GADAI TANAH DI MINANGKABAU (Hukum Adat, Hukum Positif dan Hukum Islam)
Buku ini merupakan hasil penelitian penulis terkait pemanfaatan objek gadai tanah di Minangkabau dengan studi kasus di Sariek Laweh, Payakumbuh, Sumatera Barat dalam rangka penyelesaian studi S3 di UIN Jakarta. Dalam penelitian ini kami menemukan bahwa: 1) praktik gadai di Sariek Laweh secara umum sama dengan gadai sawah di daerah Minangkabau lainnya (tanpa batas waktu, pemilik lahan boleh meminta tambahan dana dari objek yang sudah tergadai sebelumnya, pemegang gadai boleh mengambil hasil objek gadai sepenuhnya, dan telah terjadi pergeseran dari 4 alasan bolehnya menggadaikan harta pusaka menurut ketentuan adat Minangkabau, serta ditemukan beberapa syarat yang disertakan dalam akad,; 2) dalam ketentuan adat Minangkabau, pemanfaatan objek gadai seperti pada praktik gadai yang terjadi di Sariek Laweh dibolehkan, meskipun dalam hal alasan menggadai ada yang sudah tidak sesuai dengan ketentuan adat tersebut. Terlarangnya mensertifikati serta menjual tanah harta pusaka tinggi secara adat, menjadi penyebab tanah atau sawah ini hanya boleh dijadikan sebagai jaminan utang dengan sistem yang ada sekarang, meskipun sampai turun temurun belum ditebus dan digarap oleh penerima gadai. Dalam hukum nasional Indonesia, pemanfaatan objek gadai oleh pemegang gadai juga tidak dilarang, hanya saja hasil gadai yang diambil selama tujuh tahun dianggab sudah cukup untuk menebus utang gadai, sehingga waktu gadai dibatasi dan tidak boleh lebih dari 7 tahun, tetapi di Sariek Laweh (dan daerah di Minangkabau secara umum) ketentuan hukum nasional ini tidak diberlakukan. Sebab, selain diakuinya eksistensi hukum adat dalam sistem hukum nasional, nilai gadai di Minangkabau sendiri termasuk tinggi, bahkan seukuran nilai jual objek gadai itu sendiri.
IH2023 | IH2023 | My Library (BUKU) | Available |
No other version available